Desa Cangaan
di Kecamatan Kanor yang berada di pinggiran sungai Bengawan Solo dimana setiap
tahunnya selalu terkena dampak banjir akibat luapan sungai terpanjang di Pulau
Jawa ini. Namun dibalik bencana banjir yang datang setiap tahunnya ternyata desa
ini menyimpan banyak cerita sejarah yang patut untuk ditelusuri. Karena berada
di pinggiran Sungai Bengawan Solo tak heran desa ini dulunya diketahui sebagai
pelabuhan kuno sekitar abad 18-19 M. Tak
heran pada masa itu Desa Cangaan menjadi pusat perdagangan dan perekonomian
masa Kolonial Belanda, dan tidak menutup kemungkinan pelabuhan itu berjalan
sebelum era Kolonialisme Belanda datang. Selain pelabuhan kuno di Desa Cangaan
ini juga banyak dijumpai bangunan tua
yang masih berdiri kokoh, seperti bekas rumah kuno, gudang tembakau yang kini
berfungsi menjadi sarang walet, pondok pesantren kuno, makam kuno, dan juga
masjid kuno.
Hingga saat
ini bangunan kuno yang masih berdiri kokoh dan difungsikan oleh warga desa
yaitu Masjid Jami’ Nurul Huda. Masjid ini dibangun pada bulan Muharram tahun
1262 H atau tahun 1847 M, dan angka tahun berdirinya masjid tertulis di pintu
masuk. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi yang tentunya saja
bentuknya pun juga sudah banyak berubah, hanya menyisakan bentuk lantai dan
atapnya yang masih asli. Karena letaknya
berada di pusat perekonomian, pastinya masjid ini juga memiliki peran penting
dalam persebaran agama Islam di Kabupaten Bojonegoro.
Nyuwun sewu, komunitas banyu gawan saat ini masih aktif apa ndak? Kegiatan rutinya apa sja. Sy tertarik sekali dg sejarah dan klo boleh ingin gabung di komunitas ini untuk menambah wawasan tentang sejarah bojonegoro.
BalasHapusPelabuhan e ndi Nung.....kog mung mashid te tok
BalasHapus